Indeks Berita: Artikel

APLIKASI TEKNIK NUKLIR UNTUK PERTANIAN : azolla pabrik mini nitrogen

azola

Padi sawah sangat banyak dikembangkan di Asia bagian timur, selatan dan tenggara termasuk Indonesia. Salah satu masalah yang dihadapi adalah kesuburan lahan yang berkelanjutan. Hal ini menjadi penting karena saat ini yang dipacu adalah peningkatan produksi yang semakin tinggi, dengan target kenaikan produksi untuk setiap tahunnya. Justru pada lahan sawah di kawasan tersebut, bahan organic tanah dan tingkat nitrogen acapkali terbatas.Untuk mengatasinya dibutuhkan sumber nitrogen alternative sebagai suplemen pupuk kimia. Sumber nitrogen alternative ini adalah pupuk hijau salah satu sumber N alternative yang cocok untuk padi sawah adalah Azolla

 Apakah Azolla itu ?

Azolla adalah paku air mini ukuran 3-4 cm yang bersimbiosis dengan Cyanobacteria pemfiksasi N2 : Anabaena azollae. Simbiosis ini menyebabkan Azolla mempunyai kualitas nutrisi yang baik.Azolla sudah berabad-abad digunakan di cina dan Vietnam. Sebagai sumber N bagi padi sawah. Azolla tumbuh secara alami di Asia, Amerika dan Eropa. Azolla mempunyai beberapa spesies, antara lain : Azolla caroliana, Azolla filiculoides, Azolla Mexicana, Azolla microphylla, Azolla nilotica, Azolla pinnata var pinnata, Azolla pinnata var imbricate, azolla rubra.

Kemampuan Azolla sebagai sumber penyumbang N

Suatu penelitian internasional dimana BATAN ikut terlibat yang disponsori Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menggunakan 15N menunjukkan bahwa Azolla yang bersimbiosis dengan Anabaena azollae dapat memfiksasi N2 udara dari 70-90%. N2 fiksasi yang terakumulasi ini yang dapat digunakan sebagai sumber N bagi padi sawah.Dari beberapa penelitian diperoleh bahwa laju pertumbuhan Azolla adalah 0,355-0,390 gram per hari (di laboratorium) dan 0,144-0,890 gram per hari (di lapangan). Pada umumnya biomassa Azolla  maksimum tercapai setelah 14-28 hari setelah inokulasi. Dari hasil penelitian Batan diketahui bahwa dengan menginokulasikan 200 gr Azolla segar perm2 maka setelah 3 minggu, Azolla tersebut akan menutupi seluruh permukaan lahan tempat Azolla tersebut ditumbuhkan. Dalam keadaan ini dapat dihasilkan 30-40 kg N/ha berarti sama dengan 100 kg urea. Ditemukan juga bahwa Azolla tumbuh kembang lebih baik pada musim kemarau.

Kegunaan

  • Sumber N dapat mengganti pupuk urea sampai 100 kg
  • Pakan ternak/hijauan, pakan ikan, terutama ayam dan itik
  • Menekan pertumbuhan gulma
  • Tanaman hias
  • Kontrol terhadap perkembangan nyamuk

 

Kandungan unsure hara dalam Azolla

Unsur

Jumlah (%)

N

1,96 – 5,30

P

0,16 – 1,59

K

0,31 – 5,97

Ca

0,45 – 1,70

Mg

0,22 – 0,66

S

0,22 – 0,73

Si

0,16 3,53

Na

0,16 – 1,31

Cl

0,62 – 0,90

Al

0,04 – 0,59

Fe

0,04 – 0,59

ppm

Mn

66 – 2,944

Co

0,264

Zn

26 – 989

 

Dari hasil penelitian di BATAN

Lapisa Azolla di atas permukaan lahan sawah dapat menghemat penggunaan urea sebesar 50 kg urea/ha, kadangkala bila musim sangat baik Azolla dapat menghemat sampai dengan 100 kg urea/ha. Aplikasi Azolla untuk menghemat penggunaan pupuk buatan.

skema azola

 


Produksi padi sawah ton/ha

  1. Lapisan Azolla + 50 kg urea

5

  1. Lapisan Azolla + 100 kg urea

6

  1. Lapisan Azolla + 150 kg urea

6,5

  1. Tanpa lapisan Azolla + 150 kg urea

6

 

Petunjuk menumbuhkan Azolla

  1. Sediakan Azolla segar sekitar 100-200 g, langsung masukkan ke dalam ember/bak plastic
  2. Hari berikutnya, pindahkan Azolla ke ember/plastic yang sudah diisi tanah sawah
  3. Dua hari sekali, semprot dengan SP -36 dengan cara sebagai berikut :
  • Sp-36 sebanyak 1 sendok makan digerus (dihaluskan), masukkan ke 1 (satu) liter air
  • Larutan Sp – 36 tersebut disemprotkan ke permukaan Azolla
  • Bila Azolla sudah tumbuh menutupi permukaan air, Azolla sudah siap untuk dipindahkan ke tempat stok Azolla
  1. Di lapangan dekat sawah atau pekarangan rumah, buat kolam dengan ukuran 1 m X 1 m atau 2m x 2m, tergantung kebutuhan anda
  2. Semprotkan permukaan Azolla dengan larutan SP – 36 dengan cara seperti yang telah diterangkan sebelumnya
  3. Bila Azolla sudah menutup permukaan kolam/stok, Azolla siap untuk dipindahkan ke sawah
  4. Perbanyakan azolla di sawah :
  • Tiap sudut sawah, batasi dengan bamboo berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 1m x 1m
  • Seperti dilakukan sebelumnya, dua hari sekali permukaan Azolla disemprot dengan larutan SP – 36
  • Bila Azolla sudah tumbuh rapat, bamboo diambil, kemudian Azolla diratakan di permukaan sawah
  • Setelah ditebarkan-ratakan di sawah, jangan lupa semprot dengan larutan SP – 36 dua kali sekali pada permukaan Azolla
  • Bila permukaan air di sawah sudah penuh ditumbuhi oleh Azolla, selanjutnya terserah anda, biarkan azolla tumbuh terus, atau benam ke dalam tanah, Azolla yang tidak ikut terbenam, dibiarkan dan akan tumbuh kembali

Cara Perbanyakan Azolla di sawah :

  1. Buatlah stok Azolla dekat rumah dengan bak plastic atau di kolam yang tidak ada ikannya
  2. Semprot stok setiap 3 bulan sekali dengan pupuk P (1 sendok makan SP – 36 per liter air). Sebaiknya SP -36 digerus halus agar mudah larut dalam air. Stok ini digunakan untuk bibit yang akan ditanama di lapang
  3. Di lapang petak sawah dibatasi dengan bamboo seluas 1 m persegi

Dengan mengaplikasikan Azolla 200 g/m2 :

I.            Sampai dengan hari ke 5, azolla akan berkembang, sehingga permukaan lahan tertutup penuh

II.            Hari ke 10, menjadi 2 kali lipat

III.           Hari ke 15, menjadi 4 kali lipat

IV.           Hari ke 20, menjadi 8 kali lipat dan seterusnya

 

Cara  menggunakan Azolla

  1. Tebar azolla bersamaan atau 1 minggu sebelum padi dibibit
  2. Setelah lapangan penuh dengan azolla, lahan dibajak agar azolla terbenam
  3. Selanjutnya dilakukan penanaman padi dan azolla yang tumbuh di permukaan ini dapat :
  •  Mengambil N yang hanyut dan menguap
  •  Menahan tumbuhan gulma

 

 

Oleh : Endang Megawati S.Pd.M.Pd.I

APLIKASI TEKNIK NUKLIR PENGAWETAN BAHAN PANGAN

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, mutu yang memadai, dan harga terjangkau untuk dapat menjamin kelangsungan hidup. Bahan pangan umumnya mudah rusak baik disebabkan oleh pengaruh cuaca, serangan serangga maupun mikroba terutama yang dapat memproduksi toksin mematikan. Oleh karena itu perlu dipikirkan teknologi tepat guna yang dapat mencegah kerusakan berlanjut.

Pengembangan teknik nuklir (radiasi pengion) dapat dimanfaatkan untuk pengawetan bahan makanan, menghambat pertunasan, menunda pematangan, disinfestasi serangga/hama gudang, dekontaminasi bakteri pathogen dan mensterilkan produk pangan dari segala bentuk cemaran mikroba. Proses sterilisasi makanan dengan radiasi pengion bertujuan untuk mencegah penularan penyakit melalui makanan dan memperpanjang masa simpan. Makanan yang telah diradiasi tidak mengalami perubahan nilai nutrisi dan tidak membuat makanan bersifat radioaktif.

Teknik pengawetan bahan pangan secara konvensional misalnya cara fisika (pemanasan,pendinginan,pembekuan dan penekanan) dan penambahan bahan kimia (penggaraman,penambahan bahan pengawet kimia dan antibiotic) dilakukan terutama untuk makanan olahan, akan tetapi kadang-kadang memiliki kendala yang tidak dapat dihindarkan. Untuk mengatasi hal tersebut, teknik radiasi telah menunjukkan potensi yang baik sebagai alternative untuk meningkatkan mutu bahan pangan. Hal ini disebabkan teknik radiasi mempunyai beberapa keunggulan antara lain : dapat menjaga kesegaran makanan, tidak meninggalkan residu, dapat membunuh mikroba secara efektif dan prosesnya mudah dikontrol. Namun sebagian masyarakat masih memiliki pemahaman yang keliru tentang iradiasi pada bahan pangan. Oleh karena itu sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat teknologi tersebut harus terus ditingkatkan.

 

Aplikasi Teknologi Iradiasi Pada Bahan Pangan

            Iradiasi merupakan suatu proses fisika yang dapat digunakan untuk mengawetkan dan meningkatkan keamanan bahan pangan. Jenis radiasi yang digunakan adalah,  radiasi berenergi tinggi yang disebut radiasi pengion, karena menimbulkan ionisasi pada materi yang dilaluinya.

Energi yang dihasilkan oleh sumber radiasi dapat dimanfaatkan untuk tujuan menghambat pertunasan dan pematangan serta membasmi serangga (dosis rendah) dan membunuh mikroba Patogen (dosis sedang) serta membunuh seluruh jenis bakteri yang ada (dosis tinggi), sehingga mutu bahan pangan dapat tetap dipertahankan di dalam kemasan yang baik selama penyimpanan.

Sumber radiasi yang dapat digunakan untuk proses pengawetan bahan pangan terdiri dari 4 macam, yaitu Co-60, Cs 137, masing-masing menghasilkan sinar gamma, mesin berkas electron dan mesin generator sinar-X. Dengan menggunakan pembatas dosis iradiasi dan batas maksimum energy dari keempat sumber tersebut, maka bahan pangan yang diawetkan dengan iradiasi tidak menjadi radioaktif. Uji keamanan makanan iradiasi untuk konsumsi manusia dikenal dengan istilah wholesomeness test, mencakup uji toksikologi, makro dan mikro nutrisi serta uji mikrobiologi dan sensorik.

Dalam teknologi iradiasi, terjadinya interaksi antara radiasi dengan materi/sel hidup dapat menimbulkan berbagai proses fisika dan kimia di dalam materi tersebut, yang diantaranya dapat menghambat sintesa DNA dalam sel hidup, misalnya mikroba. Proses ini yang selanjutnya dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, yaitu menunda pertunasan, membunuh serangga dan mikroba.

 

Aspek Keamanan Makanan Iradiasi

Komoditi yang akan diiradiasi wajib memenuhi kriteria higienis dan dengan kontaminasi awal serendah mungkin. Sumber radiasi pengion yang menghasilkan sinar gamma dan sinar-X untuk pengawetan bahan pangan telah ditetapkan batasan maksimalnya masing-masing sebesar 5 MeV dan 10 MeV untuk mesin berkas electron. Batasan ini dibuat berdasarkan pembentukan imbas radioaktif. Radioaktivitas imbas baru akan timbul pada atom-atom bahan yang diiradiasi bila energy yang digunakan di atas 5 MeV untuk radiasi gamma. Batas energy untuk sumber electron lebih tinggi karena radioaktivitas imbas yang timbul pada energy kurang dari 16 MeV sangat sedikit jumlahnya dan relative berumur pendek.

Pembentukan residu zat radioaktif yang berasal dari sumber radiasi pada bahan pangan sama sekali tidak ada, karena radionuklida sumber radiasi tersimpan rapat dalam kapsul logam yang berlapis. Selama proses berlangsung, bahan pangan sama sekali tidak menempel pada sumber.

Iradiasi secara umum dapat digambarkan sebagai seberkas sinar yang menembus dengan kekuatan yang berbeda bergantung pada panjang gelombang dan berbanding terbalik dengan frekuensinya. Oleh karena itu, proses radiasi tidak meninggalkan residu apapun, baik pada bahan yang disinari maupun berada di sekitarnya, sehingga proses tersebut benar-benar aman, bersih dan ramah lingkungan.

 

Aspek Kimia

Proses penyinaran dengan menggunakan radiasi pengion merupakan proses dingin karena tidak menimbulkan kenaikan suhu pada bahan yang dilaluinya. Energi yang diserap bahan pangan dengan teknik tersebut jauh lebih rendah dari energy makanan yang dipanaskan. Akibatnya perubahan unsur kimia yang terjadi akibat radiasi secara kuantitatif juga lebih sedikit.Senyawa kimia yang terbentuk akibat radiasi bergantung pada komposisi bahan dan jumlahnya akan meningkat sesuai dengan bertambahnya dosis radiasi.Perubahan kimia dapat ditekan dengan mengatur suhu dan kadar air bahan, serta menghilangkan oksigen udara di sekeliling bahan yang diiradiasi.

 

Aspek Gizi 

Sebagaimana diutarakan sebelumnya bahwa iradiasi dapat menimbulkan perubahan kimia pada bahan pangan, maka timbul kekhawatiran bahwa iradiasi dapat mempengaruhi nilai gizi dari bahan tersebut. Dari hasil penelitian terbukti bahwa hilangnya zat gizi pada makanan yang diiradiasi sampai dosis 1 kGy tidak nyata. Iradiasi bahan pangan pada dosis sedang (1-10kGy) dapat menurunkan beberapa unsure mikro nutrisi apabila udara dan suhu serta kondisi selama proses tidak diatur dengan baik. Perlakuan kombinasi antara pengaturan kondisi iradiasi (dosis, suhu, oksigen) dan teknik pengemasan dapat mempertahankan mutu dan nutrisi pada bahan pangan olahan siap saji.

Beberapa jenis vitamin seperti riboflavin, niacin dan vitamin D cukup tahan terhadap radiasi, tetapi vitamin A,B,C dan E sangat peka. Pada umumnya, penurunan kadar vitamin dalam bahan pangan akibat iradiasi hampir sama saja dengan penurunan akibat pemanasan. Pada sterilisasi panas, kadar thiamin, niacin dan piridoksin masing-masing mengalami penurunan 80, 35 dan 16 %, sedangkan pada sterilisasi radiasi dengan dosis 45 kGy yang dilakukan pada suhu -790C (COpadat) masing-masing hanya mengalami penurunan sebesar 15%, 22% dan 2%.

 

Aspek Mikrobiologi

Paparan radiasi pengion dapat menyebabkan kerusakan DNA pada sel hidup termasuk sel mikroba khususnya yang bersifat pathogen. Namun, aplikasi iradiasi dosis sedang (1-10kGy) tidak dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada mikroba yang bersifat lebih pathogen atau resisten terhadap radiasi. Sebagian besar bakteri pathogen vegetative, tidak berspora dan gram negative sangat peka terhadap radiasi, sedangkan bakteri berspora umumnya lebih tahan, kecuali diiradiasi pada dosis tinggi (10 kGy).

 

Aspek Toksikologi

           Meskipun dengan cara analisis kimia tidak ditemukan senyawa apapun yang dapat membahayakan kesehatan, namun uji toksikologi terhadap bahan pangan yang diawetkan dengan radiasi masih tetap dilakukan, terutama apabila ada pengembangan jenis produk yang baru. Uji coba keamanan pangan dilakukan berdasarkan kode etik (ethical clearance) baik pada hewan maupun manusia. Sebagai relawan, responden perlu mengisi inform consent untuk meyakinkan kesediaannya. Uji toksikologi terhadap bahan pangan iradiasi dilakukan dengan prosedur yang jauh lebih teliti dan paling lengkap bila dibandingkan dengan pengujian terhadap proses konvensional.

Hasil pengujian pangan iradiasi yang dilakukan para pakar yang bergabung di dalam Internasional Food Irradiation Project (IFIP) dan berpusat di Karlshruhe membuktikan bahwa teknik iradiasi yang diterapkan untuk memproses bahan pangan jauh lebih aman dibandingkan teknik pengolahan konvensional lainnya.

 

Aspek Pengemasan

Persyaratan yang berlaku dalam pemilihan bahan pengemas yang digunakan sebagai pembungkus makanan atau bahan pangan yang akan diiradiasi harus tetap diperhatikan. Bahan dan teknik pengemasan merupakan unsure yang tidak kalah penting, karena mutu dari bahan pangan yang diiradiasi sangat bergantung pada kekuatannya. Bahan pengemas yang fleksibel dalam bentuk laminasi saat ini lebih banyak disukai daripada wadah yang terbuat dari kaleng, terutama untuk pembungkus makanan siap saji yang diiradiasi. Bahan pengemas tersebut umunya dibuat secara khusus dan bersifat tahan terhadap radiasi, suhu -790C, kedap udara serta tidak mudah terkelupas, sehingga mampu mempertahankan mutu makanan di dalamnya untuk jangka panjang pada suhu kamar (28-300C).

 

Aspek Dosimetri

Sebelum bahan pangan diiradiasi dosis yang akan diterapkan sesuai tujuannya harus sudah diketahui. Dosimetri ditujukan untuk menetapkan tingkat keseragaman dosis, sehingga bahan pangan benar-benar menerima jumlah paparan dosis yang sama sesuai dengan tujuan iradiasi.

 

Perkembangan Makanan Iradiasi di Indonesia

Penelitian makanan iradiasi sudah dikembangkan sejak tahun 1968 dan aplikasinya terus mengalami peningkatan yang sangat nyata. Makanan iradiasi lazim pula disebut iradiasi pangan telah dikomersialisasikan meskipun hanya terbatas pada kebutuhan ekspor ke berbagai Negara di Eropa, Amerika dan Timur Tengah. Komersialisasi bahan pangan iradiasi dilakukan berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 701/MENKES/PER/VIII/2009, Undang-undang Pangan RI No.7/1996, Label Pangan No. 69/1999 par. 34  dan peraturan perdagangan internasional dari segi komersialisasinya.

Peraturan standar internasional untuk makanan iradiasi Codex general Standard for Irradiated Foods (Codex stan 106-1983 Rev.2003) telah mengalami revisi pertama pada tahun 2003. Tambahan peraturan tentang dosis terabsorpsi untuk makanan yang disterilisasikan dengan dosis di atas 10 kGy harus mengacu pada undang-undang yang berlaku.

 

Aplikasi Dosis Iradiasi Sesuai Tujuan

  • Dosis rendah < 1 kGy

Menunda proses pematangan buah dan menghambat pertunasan pada rimpang dan umbi-umbian, mencegah perkembangbiakan serangga dan hama gudang.

  • Dosis sedang 1-10 kGy

Dekontaminasi, eliminasi kapang/khamir dan bakteri pathogen tidak berspora.

  • Dosis tinggi >10kGy

Kombinasi perlakuan antara bahan pengemas, pembekuan dan iradiasi pada dosis sterilisasi terhadap bahan pangan/makanan untuk keperluan khusus (masyarakat rentan terinfeksi penyakit, astronot, militer, jamaah haji dan kegiatan di luar rumah/outdoor activities serta pemakaian lain yang tidak bergantung pada fasilitas pendingin selama penyimpanan). Produk ini dapat bertahan lebih dari setahun pada suhu kamar.

 

PANGAN IRADIASI

Tujuan Iradiasi                        :

Penyelenggara Iradiasi            :

-          Nama                           :

-          Alamat                                    :

Waktu Proses                          :

Nama Negara                          :

 

 

LOGO

 

 

 

“Tidak boleh Diiradiasi Ulang”

RADURA

 

Label harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, juga harus memuat : tulisan “PANGAN IRADIASI”, Tujuan Iradiasi, tulisan “TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG”, Nama dan alamat penyelenggara iradiasi, tanggal iradiasi dalam bulan dan tahun, nama Negara tempat iradiasi dilakukan. Pada label juga dilengkapi dengan logo radura (radiation durable).

 

Jenis pangan, tujuan iradiasi dan dosis serap maksimum berdasarkan Lampiran I PERMENKES No. 701/Menkes/Per/VIII/2009.

No

Jenis Pangan

Tujuan Iradiasi

Dosis serap maksimum (kGy)

1. Umbi lapis dan umbi akar Menghambat pertunasan selama penyimpanan 0,15
2. Sayur dan buah segar (selain yang termasuk kelompok 1)
  1. Menunda pematangan
  2. Membasmi serangga
  3. Memperpanjang masa simpan
  4. Perlakukan karantina *
1,01,0

2,5

1,0

3. Produk olahan sayur dan buah ** Memperpanjang masa simpan 7,0
4. Mangga Memperpanjang masa simpan 0,75#
5. Manggis
  1. Membasmi serangga
  2. Perlakukan karantina
1,01,0
6. Serealia dan produk hasil penggilingannya,kacang-kacang, biji-bijian penghasil minyak, polong-polong, buah kering
  1. Membasmi serangga
  2. Mengurangi jumlah mikroba
1,05,0
7. Ikan, pangan laut (seafood segar maupun beku)
  1. Mengurangi jumlah mikroorganisme pathogen tertentu **
  2. Memperpanjang masa simpan
  3. Mengontrol infeksi oleh parasit tertentu
5,0 

 

3,0

2,0

8. Produk olahan ikan dan pangan laut
  1. Mengurangi jumlah mikroorganisme pathogen tertentu **
  2. Memperpanjang masa simpan

 

10

9. Daging dan unggas serta hasil olahannya (segar maupun beku)
  1. Mengurangi jumlah mikroorganisme pathogen tertentu **
  2. Memperpanjang masa simpan
  3. Mengontrol infeksi oleh parasit tertentu **
  4. Menghilangkan bakteri Salmonella
7,0 

 

3,0

2,0

 

7,0

10. Sayuran kering, bumbu, rempah-rempah kering (dry herbs) dan herbal tea
  1. Mengurangi jumlah mikroorganisme pathogen tertentu **
  2. Membasmi serangga
10,0 

 

1,0

11. Pangan yang  berasal dari hewan yang dikeringkan
  1. Membasmi serangga
  2. Membasmi mikroba, kapang dan khamir
1,05,0
12. Pangan olahan siap saji berbasis hewani *** Sterilisasi dan membasmi mikroba pathogen termasuk mikroba berspora serta memperpanjang masa simpan 65

 

* Dosis serap minuman dapat disesuaikan untuk membasmi organisme pertunasan pengganggu tumbuhan/organisme pengganggu tumbuhan karantina. Untuk lalat buah : 0,15 kGy

#  Dikombinasi dengan pencelupan dalam air hangat pada suhu 550 C selama 5 menit

** Dosis minuman dapat ditetapkan dengan mempertimbangkan tujuan perlakuan untuk menjamin mutu higienis pangan

*** Wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh institusi berwenang tentang iradiasi pangan dosis di atas 10 kGy

 

 

Oleh : Endang Megawati S.Pd. M.Pd.I

 

Daftar Pustaka

 

Atomos,  BATAN, Media Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir , Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Panduan Petugas Layanan Informasi, Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Buku Pintar Nuklir, Jakarta.

APLIKASI TEKNIK NUKLIR UNTUK PETERNAKAN : TEKNIK RIA PROGESTERON UNTUK PENINGKATAN KINERJA REPRODUKSI DAN PRODUKSI TERNAK

Peningkatan efisiensi reproduksi ternak sapi telah lama dilakukan, yaitu dengan mengaplikasikan teknologi kawin suntik, atau yang lebih dikenal dengan Inseminasi Buatan (IB). Dengan IB, ternak akan dipantau gejala birahinya (secara visual), yang kemudian bila birahi itu terpantau, maka kawin suntik akan segera dilakukan. Data terakhir menunjukkan kisaran kawin suntik mencapai 85 %, dari seluruh cara yang dapat ditempuh untuk ternak menjadi bunting, sehingga cukup efektif untuk program peningkatan efisiensi reproduksi ternak sapi.Namun, dalam pelaksanaannya, keberhasilan IB yang berhasil dipantau oleh Direktorat Jenderal Peternakan barulah mencapai 45 %.

Keadaan di lapangan menunjukkan bahwa masih sering diketemukan banyaknya kasus IB-berulang yang beberapa penyebabnya adalah kegagalan ketepatan deteksi birahi, birahi tenang (birahi yang tidak terdeteksi), dan kemungkinan adanya kasus kelainan reproduksi yang sulit dipantau secara visual. Keadaan-keadaan yang terakhir ini membutuhkan adanya diagnose yang mendalam oleh tenaga ahli kesehatan ternak  (seperti dokter hewan) di lapangan. Penyebab keadaan tersebut lebih dominan disebabkan adanya kelainan fisiologis ternak yang bersangkutan, sehingga perlu dukungan bagi tenaga kesehatan ternak di lapangan untuk mendapatkan gambaran faali ternak yang dicurigai bermasalah, sebelum kemudian dilakukan perlakuan (treatment).

Aplikasi TN dengan teknik Radioimmuno assay (RIA), khususnya RIA untuk mendeteksi hormone progesterone, merupakan suatu cara untuk memberi dukungan dalam rangka peningkatan efisiensi reproduksi ternak, terutama yang berkaitan dengan adanya kelainan saluran reproduksi dan dilakukan melalui deteksi konsentrasi hormone progesterone dalam serum atau susu.

Kawin suntik atau yang lebih dikenal dengan sebutan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak ruminansia, telah menjadi suatu pilihan sebagai solusi untuk peningkatan angka kebuntingan sebagai upaya peningkatan populasi ternak. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan IB antara lain adalah : kesehatan ternak, asupan nutrisi yang seimbang, pencatatan sejarah (historical background) ternak, dan IB tepat waktu. Kegagalan IB di lapangan cenderung disebabkan karena penentuan waktu IB yang meleset (ternak di IB saat tidak birahi atau estrus).

Deteksi birahi di lapangan masih bergantung pada pengamatan visual kondisi ternak, yang ditandai di antaranya dengan 3A (Abang, Abuh dan Anget) pada vulva (kemaluan) ternak betina, nafsu makan yang kurang disertai saling menaiki satu sama lain (mounting). Kondisi ini ternyata tidak sepenuhnya menunjukkan ternak dalam kondisi birahi, sehingga IB tidak menghasilkan kebuntingan seperti yang diinginkan.

Prinsip Kerja Teknologi RIA Progesteron (P4)

Teknologi yang paling banyak digunakan untuk peningkatan populasi ternak, khususnya ternak ruminansia saat ini masih menggunakan teknik Inseminasi Buatan (IB, Artificial insemination). Selain dari keuntungan-keuntungan yang telah disebutkan sebelumnya, pemanfaatan IB cenderung meningkat dengan memperhatikan beberapa factor lain, di antaranya adalah efisiensi dalam penggunaan sperma pejantan, lebih murah, mudah diterapkan hingga tingkat petani ternak kecil, dan mudah dipantau. Keberhasilan pelaksaan IB tergantung pada akurasi hasil pengamatan terhadap gejala-gejala berahi ternak. Pengamatan berahi dilakukan berdasarkan pada kondisi dan tingkah laku ternak, seperti berkurang nafsu makan ternak, saling menaiki antara satu dengan yang lain (mounting), vulva vagina yang membengka, dan keluarnya lender dari vulva.

Agar kondisi birahi dapat diketahui secara lebih tepat, aplikasi teknik nuklir (TN) yang didasari dengan ikatan antigen dan antibody dapat dilakukan, yang dikenal dengan radioimmunoassay (RIA). Teknik RIA merupakan suatu cara pengukuran yang bersifat indirect, karena dari dari teknik RIA ini adalah kompetisi anatar hormone yang dilabel dengan radioisotope dengan hormone yang sama tetapi tidak di label (dalam sampel) untuk bersaing berikatan dengan antibody hormone yang diukur.

Salah satu hormone yang spesifik terhadap kondisi berahi ternak adalah progesterone. Dengan me-label hormone progesterone dengan radioisotope iodium-125 (125I), dan selanjutnya dengan membiarkan terjadinya kompetisi antara antibody yang berasal dari sampel dengan antibody yang berlabel, kondisi berahi “sebenarnya” (true estrus) dapat diketahui dengan tepat.

Dengan diketahuinya teknik RIA progesterone ini, maka pelaksanaan program peningkatan populasi ternak melalui IB dapat ditingkatkan laju keberhasilannya dan diharapkan akan bersifat lebih ekonomis.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, pengamatan berahi didasarkan pada tingkah laku sapi perah yang kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan IB, menunjukkan nilai jumlah IB per kebuntingan (service per conception : S/C) berkisar antara 2,9-3,6, khususnya pada ternak multiparus (yang telah melahirkan atau paritas >2).Keadaan ini menunjukkan bahwa IB dilakukan pada saat fase luteal atau anestrus. Status biologis ternak post partum untuk dapat dikawinkan kembali tergantung pada beberapa hal, antara lain ; ketepatan deteksi berahi secara visual, status fisiologis indung telur ternak, tingkat kualitas pakan dan kondisi lingkungan ternak.

Munculnya siklus berahi dan keberhasilan IB pasca melahirkan dengan tanpa pengulangan layanan IB merupakan keuntungan ekonomis daam suatu system pemeliharaan ternak. Namun, dengan tidak adanya keakuratan dalam mendeteksi berahi post partum, yang berdampak pada kegagalan IB di lapangan, akan mengakibatkan panjangnya interval waktu antar kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan kerugian cukup besar akibat biaya pemeliharaan yang dikeluarkan tanpa menghasilkan keturunan (yang berarti keuntungan). Pengamatan berahi yang dikombinasikan dengan memperhatikan kondisi atau status fisiologis indung telur masih jarang dilakukan, khususnya pada ternak ruminantia besar post partum. Fase luteal merupakan salah satu kondisi fisiologis pada organ reproduksi dapat digunakan sebagai acuan dalam mendeteksi munculnya berahi secara lebig akurat. Pada fase ini korpus luteum pada ovarium mensekresikan hormone progesterone. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan keberadaan konsentrasi hormone progesterone dalam plasma, serum dan susu ditentukan dengan adanya corpora lutea (KL) yang terbentuk setelah pelepasan sel telur (ova) pada ovarium.

Teknologi RIA-P4 untuk deteksi birahi

Siklus birahi (estrus) ternak betina dapat dipindai dengan siklus birahi yang ditandai dengan 2 lembah dan 1 gunung kurva konsentrasi p4. Lembah yang mengapit gunung konsentrasi P4 merupakan saat terjadinya pelepasan sel vulasi0 dan diekspresikan oleh ternak betina dengan birahi (estrus).

IB di saat lembah P4 mempunyai peluang yang lebih besar (sampai dengan 85%) kebuntingan. Keadaan ini akan dicapai selam ternak dalam kondisi sehat dan kualitas semen/sperma yang baik. Agar memudahkan pemantauan aktivitas yang terjadi pada indung telur, interpretasi konsentrasi hormone P4 dibagi menjadi 3 bagian seperti yang disajikan pada table berikut :

Tingkat konsentrasi hormone P4 9nmol/L)

Interpretasi

<1

Tidak tersedia KL, tidak ditemukan aktivitas pada ovarium

1-3

Tingkat konsentrasi hormone P4 yang meragukan, dapat diartikan dengan berbagai macam keadaan reproduksi. Konfirmasi dari tenaga medis/veteriner di lapangan diperlukan

>3

Terdapat kegiatan/aktivitas pada ovarium, dapat diartikan sebagai kebuntingan

 

Teknologi RIA-P4 untuk deteksi dini kegagalan IB

Teknik RIA P4 yang didasari dengan monitoring hormone P4, bermanfaat pula untuk pemantauan hasil IB yang berhasil (menghasilkan kebuntingan) atau tidak (gagal bunting).

Kegagalan IB dapat segera diketahui sebelum 3 minggu setelah dilakukan IB. Keadaan ini merupakan penghematan apabila deteksi gagal IB dilakukan secara konvensional (rektal palpasi) yang baru dapat diterapkan minimum 6 minggu setelah IB 9khususnya bagi ternak yang tidak menunjukkan respon birahi kembali setelah gagal IB).

Teknologi RIA-P4 untuk diagnosis kelainan reproduksi ternak betina

Tidak adanya birahi setelah melahirkan dan tidak dapat bunting setelah kelahiran sebelumnya adalah merupakan contoh kasus kelainan reproduksi ternak betina di lapangan. Gejala ini sulit diantisipasi dengan pengamatan secara visual.

Diagnosis dengan menggunakan tenaga medis ternak dapat dilakukan, namun dengan keterbatasan dana sulit untuk dikerjakan. Keadaan ini lebih cenderung disebabkan karena adanya kelainan kinerja indung telur dan rahim ternak betina. Untuk itu, RIA P4 dapat diaplikasikan untuk memantau adanya kelainan tersebut, sehingga antisipasi dapat segera dilakukan dan ternak dapat segera pulih dan normal untuk bisa berreproduksi kembali.  

Penerapan RIA P4 di lapangan

Kerjasama dengan koperasi unit desa dan atau pos kesehatan hewan (POSKESWAN) di lapangan dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk dapat menerapkan teknik RIA P4 di lapangan, khususnya pada daerah dimana populasi ternak betina atau usaha peternakan yang ada lebih memfokuskan pada ternak betina. Kegiatan aplikasi teknik RIA P4 untuk menunjang kinerja reproduksi telah dilakukan dengan koperasi unit Desa (KUD) Susu Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut. Selain itu, untuk lebih mendukung program kegiatan aplikasi RIA P4 untuk peternakan ini, telah dilakukan kegiatan pelatihan dan pembentukan laboratorium mini untuk pelaksanaan RIA P4. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan Dinas Peternakan Kabupaten Garut yang diadakan di KUD Susu Kecamatan bayombong Kabupaten Garut.

Pelatihan pemanfaatan RIA P            4 untuk peternakan ini melibatkan 20 orang petugas lapangan dan laboratprium kesehatan hewan (inseminator, mantra hewan, dan teknisi lab) dan tenaga medis ternak (Veteriner/dokter hewan). Dalam pelatihan, teknik pengambilan dan analisis sampel serta interpretasi hasil analisis sampel diberikan pada peserta oleh tenaga peneliti dan teknisi lanjutan PATIR dan PRR Batan.

Dampak aplikasi teknik RIA P4 untuk peternakan

Aplikasi teknik RIA Progesteron di lapangan perlu dilakukan seiring dengan pendataan atau pencatatan setiap individu (individual record) ternaknya. Dengan pelaksanaan recording yang teratur dan tertata baik dan informasi dari kondisi biologis reproduksi ternak yang terekam yang dibantu dengan aplikasi RIA P4, serta pemeliharaan yang baik, peningkatan kinerja reproduksi dapat tercapai, seperti yang diilustrasikan dengan data table sebagai berikut .

Table hasil pengamatan untuk kinerja reproduksi yang ditandai terdeteksinya hormone progesterone dengan teknik RIA P4 Peternakan pada tewrnak sapi perah paska melahirkan dan kondisi biologi ternak sapi perah setelah pelaksanaan IB.

 

Parameter K1(Tradisional dan tanpa recording baik) K2(Aplikasi RIA P4, recording & pakan yang baik)
Tenggang waktu antara kelahiran hingga ovulasi I paska kelahiran (Hari)

99,2±10,2

55,5±4,6

Tenggan waktu antara kelahiran hingga pelaksanaan IB I (Hari)

136,1±6,9

96,7±13,6

Tenggang waktu antara kelahiran hingga kebuntingan (conception) berikutnya (Hari)

198,7±14,9

103,0±3,0

Tenggang waktu antara dua kelahiran (Hari)Jumlah IB per kebuntingan

403,8±7,7

3,4

371,3±15,6

2,3

Laju Kebuntingan

29,4

43,5

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Panduan Petugas Layanan Informasi, Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Buku Pintar Nuklir, Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Atomos, Media Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir,  Jakarta.

 

Oleh : Endang Megawati S.Pd.M.Pd.I

APLIKASI NUKLIR TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM)

Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan sebuah produk inovasi terbaru pada pengendalian nyamuk. TSM merupakan suatu cara pengendalain vector yang ramah lingkungan, efektif, murah, potensial. Teknik ini disebut juga sebagai pengendalian spesifik spesies yaitu membunuh vector dengan vector itu sendiri (autocidal technique).

Cara teknik ini relative mudah yaitu dengan mengiradiasi koloni serangga jantan di laboratorium, kemudian melepaskan ke habitat secara periodic. Akibat pelepasan serangga ke habitat maka lama kelamaan di lokasi pelepasan tersebut akan terjadi penurunan populasi.

Dosis radiasi yang digunakan untuk memandulkan serangga adalah 65 dan 70 Gy. Bila dibandingkan dengan system pengendalian konvensional, TSM mempunyai banyak kelebihan yaitu bersifat spesifik spesies, mudah, murah dan ramah lingkungan.Dengan teknik serangga mandul ini diharapkan dapat mengendalikan jumlah populasi nyamuk penyebab penyakit yaitu di antaranya penyakit demam berdarah (DBD).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ditularkan dari orang sakit ke orang sehat umumnya melalui gigitan vector, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang sampai saat ini belum ditemukan obat atau vaksinnya. Nyamuk Aedes aegypti juga berperan sebagai vector yang potensial untuk penyakit Chikungunya. Ada satu hal yang perlu dicermati, ternyata bahwa jumlah kasus DBD/Chikungunya tidak sebanding lurus dengan jumlah nyamuk yang ditemukan di suatu lokasi, karena jumlah kasus penyakit lebih disebabkan oleh perilaku penghisap darah dari nyamuk betina. Untuk mematangkan telurnya nyamuk betina akan menghisap darah orang secara berulang atau berganti ke orang lain sampai darah yang dibutuhkan tercukupi.Karena sampai saat ini belum ditemukan obat untuk membunuh virus dengue dan vaksin anti dengue, maka satu-satunya cara untuk melawan serangan virus dengue adalah memutus rantai penularan penyakit DBD dengan cara membasmi nyamuk Aedes.

Teknik Serangga Mandul (TSM) merupakan suatu cara pengendalian vector DBD yang lebih ramah lingkungan, efektif dan potensial dibanding cara yang selama ini dijadikan andalan yaitu dengan menggunakan insektisida, yang lebih banyak menimbulkan masalah, seperti matinya hewan non target, timbulnya resisten vector dan pencemaran lingkungan.

 

Metode

  1. Pengurusan izin :
    1. Izin Etik dari Badan Litbang Kesehatan Kemkes
    2. Izin Lokasi dari Dinas Kesehatan terkait lokasi
    3. Survey Populasi Awal

Tujuan kegiatan ini untuk menentukan pola jumlah populasi setiap tempat yang akan dirilis dengan TSM, alat yang digunakan sangat sederhana yaitu berupa sebuah tabung (biasanya sebuah gelas plastic yang dindingnya ditempeli kertas saring tercelup ke air), sehingga dapat ditentukan pula berapa banyak jumlah nyamuk mandul yang akan dipakai untuk merilis di lokasi tersebut (jumlah yang dibutuhkan sebanyak sembilan kali populasi  lapang  perlokasi)

  1. Pemeliharaan Nyamuk

Pemeliharaan nyamuk secara masal dilakukan di laboratorium Hama dan penyakit Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-BATAN, Pasar Jumat Jakarta Selatan. Nyamuk Aedes aegypti dalam perkembangbiakannya mengalami metamorphosis sempurna, mulai dari stadium telur, jentik, pupa dan dewasa. Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air, sedangkan stadium dewasa hidup beterbangan.

  1. Tempat peneluran (nyamuk dewasa) yaitu berupa kurungan nilon berukuran 40X40X40 cm3 berkapasitas 2.000 ekor. Nyamuk dewasa diberi makan campuran 1:1 larutan albumin telur 10g/l dan larutan sukrosa 100g/l, sumber darah berupa marmut hidup diberikan 2 jam sehari pada pagi hari mulai hari ketiga setelah pemberian campuran larutan pertama, dan tempat bertelur nyamuk berupa cangkir minum yang dindingnya diberi kertas saring sebagai tempat bertelur. Panen telur dilakukan setiap hari dengan cara melepas kertas saring dan menggantinya kembali. Telur dapat disimpan dalam keadaan kering atau langsung digunakan untuk pemeliharaan berikutnya.
  2. Pemeliharaan larva (jentik), larva dipelihara dengan cara merendam telur dari stok atau telur baru panen pada baki plastic berukuran 45 cm x 35 cm berkapasitas 1.000-2.000 ekor. Makanan larva berupa biscuit anjing (pedigree), pemberian makanan dimulai sekitar setengah butir berlanjut sesuai ukuran larva dan jangan sampai berlebih. Pupa yang terbentuk secara periodic dipanen dan dipindahkan ke kandang pembiakan (kurungan nilon), begitu seterusnya.
  3. Proses Iradiasi

Dosis iradiasi yang digunakan adalah dosis kisaran 65 dan 70 Gy. Nyamuk yang diiradiasi ditempatkan pada vial plastic berukuran tinggi 10 cm dan garis tengah 6 cm, masing-masing berisi 40 ekor nyamuk jantan yang ditutup sumbu kapas yang dibasahi larutan makanan nyamuk dewasa. Setelah proses iradiasi masing-masing nyamuk tersebut sesegera mungkin disebarkan ke lokasi penanggulangan (daerah endemic DBD). Meskipun terkena radiasi gamma nyamuk jantan mandul dapat bersaing secara normal dalam perburuan membuahi betina. Nyamuk jantan mandul yang kawin dengan nyamuk betina tidak menghasilkan keturunan. Setelah beberapa generasi berturut-turut dilepaskan, maka populasi hama akan terus menurun sampai angka nol, sesuai umur nyamuk yang hanya satu setengah bulan. Rilis nyamuk mandul dilakukan tiap minggu sampai populasi nyamuk yang ada di lokasi tersebut nol atau mendekati nol, atau lebih spesifik lagi sampai jumlah penderita DBD di lokasi tersebut hilang.

  1. Evaluasi populasi

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memantau perkembangan populasi nyamuk di lokasi rilis TSM, yang dinyatakan dengan tidak ditemukannya lagi nyamuk target. Tidak kalah pentingnya juga dipantau mengenai kasus DBD setelah rilis TSM.

 

Potensi Aplikasi dan Inovasi

 Teknik Serangga Mandul (TSM)  sejatinya merupakan salah satu kegiatan dari suatu usaha Instalasi Fasilitas Irradiasi. Oleh karena itu potensi sebenarnya dari aplikasi inovasi ini terbagi menjadi dua bagian besar :

  1. Instalasi Fasilitas Iradiasi (padat modal) dengan kegiatan pelayanan meliputi :

-          Mutasi (pertanian)

-          Pemandulan (umumnya serangga)

-          Pengawetan (pangan, bahan baku dll)

-          Sterilisasi (alat kesehatan, kemasan obat, dll)

  1. TSM, dalam hal ini merupakan kegiatan pemandulan . Mengapa kegiatan ini menjadi besar adalah karena cakupan masalah yang terjadi meliputi seluruh Indonesia dan Negara tropis lainnya.

 

Potensi aplikasi kegiatan usaha ini sangat potensial, di jepang TSM pada lalat buah merupakan suatu usaha bisnis yang menyatu dengan fasilitas irradiator. Begitu juga di Sudan TSM dalam taraf persiapan untuk mengendalikan nyamuk Anophelles arabiessis (penyakit malaria)   kerja sama penanaman modal dengan USA. Di Indonesia saat ini baru mempunyai satu fasilitas irradiator swasta di Bekasi. Itupun sudah cukup kewalahan melayani pelanggan, sehingga sisanya kadang-kadang di lempar ke BATAN.

Sejak tahun 2011, metode TSM telah diaplikasikan di beberapa kota di tanah air. Hasilnya, TSM mampu menurunkan populasi nyamuk hingga di atas 90%. Selain uji coba di Salatiga, TSM juga sudah dilaksanakan di Kabupaten Banjarnegara (Jateng) dan Bangka Barat (Bangka Belitung). Meskipun kota-kota yang diuji coba memiliki karakteristik berbeda, TSM terbukti tetap dapat diaplikasikan dan mampu menurunkan populasi vector secara drastis.

 

Tabel 1. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap tingkat kemandulan dan daya saing kawin nyamuk Aedes aegypti

No

Dosis (Gy)

Tingkat kemandulan (%)

Daya saing kawin

1

50

67,15

0,51

2

55

69,25

0,47

3

60

71,92

0,46

4

65

98,53

0,45

5

70

100

0,31

6

80

100

-

7

90

100

-

8

100

100

-

9

110

100

-

10

120

100

-

 

Tabel 2. Pengaruh iradiasi pada lama hidup nyamuk  Aedes aegypti  jantan mandul.

Dosis Iradiasi (Gy)

Umur (hari)

30

32

34

36

38

0

-

-

1

4

15

65

1

2

8

6

3

70

2

4

10

3

1

Tabel 3. Pengaruh pelepasan nyamuk mandul pada populasi nyamuk  Aedes aegypti  di ruang duduk dan ruang kerja.

Pelepasan ke

Kontrol (0 Gy)

Telur

Larva

Persentase penetasan

I

697

511

73,31

II

84

69

82,14

III

54

39

72,22

Pelepasan ke

Dosis 65 Gy

Telur

Larva

Persentase penetasan

I

613

313

51,06

II

106

18

16,98

III

16

0

0

Pelepasan ke

Dosis 70 Gy

Telur

Larva

Persentase penetasan

I

274

27

9,85

II

77

0

0

III

0

0

0

 

Oleh : Endang Megawati S.Pd, M.Pd. I

 

 

Daftar Pustaka

 Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Panduan Petugas Layanan Informasi, Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Buku Pintar Nuklir, Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Media Nuklir Populer , Edisi 01/12/2012,  Jakarta.

APLIKASI TEKNIK NUKLIR UNTUK PETERNAKAN : UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK (UMMB) PAKAN TERNAK TAMBAHAN BERGIZI TINGGI

Salah satu masalah yang umum dihadapi oleh peternak tradisional adalah rendahnya mutu pakan dengan kandungan serat yang tinggi, berupa jerami, rumput lapangan dan berbagai jenis hijauan lainnya. Jenis pakan tersebut sulit dicerna dan tidak dapat memberikan zat-zat / nutrisi yang berimbang untuk mendukung produktifitas optimal.

Berdasarkan cara-cara dan masalah pemeliharaan yang dihadapi para peternak tersebut, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR)-BATAN melakukan penelitian dengan memanfaatkan teknik perunut radioisotope yang berkaitan dengan proses fermentasi yang terjadi di dalam perut ternak ruminansia (kambing, sapi, kerbau). Teknik nuklir yang digunakan yaitu dengan perunut radioisotope. Radioisotop yang digunakan sebagai perunut adalah  32P, 35S dan 15N. Penelitian dengan teknik perunut dilakukan secara in vitro untuk mengetahui produktifitas biomassa mikroba di dalam rumen setelah diberikan pakan yang teruji dan mencegah kontaminasi radioisotope pada ternak atau hewan. Semakin tinggi produksi biomassa mikroba, maka kualitas pakan semakin baik.

 

Prinsip dan Konsep dasar Penelitian

Prinsip dan konsep yang mendasari penelitian adalah bahwa ada dua system yang harus diperhatikan dalam nutrisi ruminansia, yaitu :

  1. Mikroba yang hidup dan berkembang di dalam lambung (rumen). Mikroba ini berperan dalam proses fermentasi dalam mencerna bahan-bahan makanan basal (pencernaan fermentative).
  2. Hewannya sendiri yang memanfaatkan produk pencernaan fermentative dan zat-zat makanan yang dapat langsung diserap tanpa melalui fermentasi.

 

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah zat-zat makanan yang diperlukan ternak untuk memelihara kondisi tubuh, pertumbuhan dan reproduksi, digolongkan ke dalam dua kategori :

  1. Zat makanan yang berasal dari bahan sumber energy.
  2. Zat makanan yang berasal dari bahan sumber protein.

 

Suplementasi Pakan

Strategi untuk meningkatkan konsumsi pakan oleh ternak pada kondisi pemeliharaan tradisional adalah dengan memberikan suplemen yang tersusun dari kombinasi bahan limbah sumber protein dengan tingkatan jumlah tertentu yang secara efisien dapat mendukung pertumbuhan, perkembangan dan kegiatan mikroba secara efisien di dalam rumen.

Produktifitas hewan dapat ditingkatkan dengan memberikan sumber N protein atau non protein serta mineral tertentu. Suplementasi secara keseluruhan  diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik melalui peningkatan protein microbial, peningkatan daya cerna dan peningkatan konsumsi pakan hingga diperoleh keseimbangan yang baik antara asam amino dan energy di dalam zat-zat makanan yang diserap.

Manfaat Suplemen Pakan

  1. Mengurangi defisiensi unsure mikro baik mineral, vitamin, asam amino maupun protein by pass.
  2. Meningkatkan efisiensi pencernaan pakan dalam lambung ternak ruminansia.
  3. Meningkatkan produksi dan perbaikan kinerja produksi.
  4. Memperbaiki nilai gizi pakan.

 

Optimasi Komposisi Suplemen

Melalui pendekatan tersebut di atas, telah dilakukan percobaan-percobaan laboratorium untuk melaksanakan penilaian biologis berbagai suplemen dengan komposisi bahan tertentu. Baik secara in vitro maupun in viro, ditinjau dari pengaruhnya terhadap fungsi rumen. Dengan menggunakan P-32, S-35, C-14 sebagai perunut radioisotope teknik nuklir memberikan kontribusi yang penting. Untuk ini sejumlah parameter harus diukur. P-32 dan S-35 dapat digunakan untuk mengukur sintesa energy oleh mikroba rumen.

Dari pengukuran parameter-parameter tersebut baik secara konvensional maupun dengan teknik nuklir, dapat dirumuskan komposisi suplemen yang secara optimal dapat menjamin berlangsungnya fungsi rumen dengan baik. Selanjutnya hasil rumusan tersebut dilakukan uji lapangan dengan mempelajari pengaruh komposisi suplemen terhadap pertumbuhan dan produksi hewan.

Agar teknologi suplemen tersebut dapat diterapkan oleh peternak dan mudah dalam penyimpanan serta transportasinya, maka suplemen tersebut dibuat dalam bentuk padat dengan komposisi bahan tertentu (urea, molasem, onggok, dedak, tepung tulang, lakta mineral (kalsium,sulfur), garam dapur, tepung kedelai dan kapur).

Pada awalnya uji lapangan terhadap pakan suplemen di berbagai daerah secara terbatas, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Lampung. Uji coba tersebut dilaksanakan bersama dengan Direktorat Bina Produksi Direktorat Jendral Peternakan dan Dinas Peternakan Daerah Tingkat Provinsi dan Kabupaten.

Dari pengembangan teknologi suplemen pakan ternak bergizi tinggi yang diberi nama Molase Blok atau Urea molasses Multinutrient Block (UMMB), sampai saat ini telah dihasilkan sebanyak 6 formula dengan berbagai komposisi yang bertujuan agar dapat diterapkan di daerah yang bahan bakunya dapat disesuaikan dengan formula yang ada.

 

FORMULA I

JENIS BAHAN

JUMLAH BAHAN(KG/10KG CAMPURAN)

MOLASE

3,300

ONGGOK

0,800

DEDAK

1,800

TEPUNG KEDELAI

1,300

TEPUNG TULANG

0,600

KAPUR

0,900

UREA

0,425

LAKTA MINERAL

0,125

GARAM DAPUR

0,750

FORMULA II

JENIS BAHAN

JUMLAH BAHAN

(KG/10KG CAMPURAN)

MOLASE

3,900

ONGGOK

0,500

DEDAK

1,350

TEPUNG DAUN

SINGKONG KERING

1,450

TEPUNG TULANG

0,600

KAPUR

0,900

UREA

0,430

LAKTA MINERAL

0,120

GARAM DAPUR

0,750

 

FORMULA III

JENIS BAHAN

JUMLAH BAHAN

(KG/10KG CAMPURAN)

MOLASE

2,925

POLLARD

2,925

BUNGKIL BIJI KAPUK

2,275

TEPUNG TULANG

0,490

KAPUR

0,650

UREA

0,260

LAKTA MINERAL

0,085

GARAM DAPUR

0,390

 

FORMULA IV

JENIS BAHAN

JUMLAH BAHAN

(KG/10KG CAMPURAN)

MOLASE

3,300

ONGGOK

0,800

BUNGKIL KEDELAI

1,100

POLLARD

2,000

TEPUNG TULANG

0,775

KAPUR

0,950

UREA

0,500

LAKTA MINERAL

0,125

GARAM DAPUR

0,775

 

FORMULA V

JENIS BAHAN

JUMLAH BAHAN

(KG/10KG CAMPURAN)

MOLASE

3,300

ONGGOK

0,600

BEKATUL

0,210

TEPUNG TULANG

0,600

AMPAS KECAP

0,150

KAPUR

0,900

UREA

0,500

MINERAL MIX

0,100

GARAM DAPUR

0,700

 

FORMULA VI

JENIS BAHAN

% (PERSEN)

JUMLAH BAHAN

(KG/10KG CAMPURAN)

MOLASE

33

3,3

DEDAK

24

2,4

BUNGKIL KEDELAI

15

1,5

TEPUNG TULANG

6

0,6

GARAM

7,5

0,75

KAPUR

9

0,9

UREA

4,25

0,425

MINERAL

1,25

0,125

JUMLAH

100

10 KG

Cara Pembuatan UMMB

Dalam pembuatan UMMB bahan-bahan yang digunakan adalah molase, onggok, dedak, tepung dan singkong kering, tepung tulang, kapur, urea, lakta mineral dan garam dapur (disesuaikan dengan formula yang diinginkan). Untuk pembuatan UMMB dapat dipilih salah satu formula tersebut di atas.

Proses pembuatannya adalah seluruh dicampurkan pada formula molase. Setelah bahan-bahan dicampur secara merata, kemudian molase ditambahkan ke dalam campuran dan diaduk-aduk hingga tidak ada gumpalan-gumpalan, kemudian adonan dipanaskan/digoreng dengan api kecil selama kurang lebih 3-4 menit. Selanjutnya adonan UMMB yang masih panas tersebut dipress dalam wadah-wadah atau cetakan. UMMB telah siap untuk diberikan kepada hewan atau disimpan di tempat yang tidak lembab. UMMB diberikan pada pagi hari sebelum diberi pakan pokok.

Jumlah Pemberian

TERNAK

JENIS

JUMLAH

RUMINANSIA BESAR

SAPI POTONG

SAPI DARA

SAPI PERAH

ANAK SAPI UMUR 6 BULAN-1 TAHUN

350-500G/EKOR/HARI

150-250G/EKOR/HARI

RUMINANSIA KECIL

KAMBING, DOMBA

75-150G

Pengenalan dan Pemanfaatan UMMB

UMMB adalah hasil penelitian yang dapat memberikan peluang kepada peternak untuk meningkatkan pendapatan melalui usaha peternakan. Dari hasil penerapan UMMB kepada berbagai jenis ternak ruminansia di berbagai daerah menunjukkan adanya peningkatan produktifitas ternak baik pada daging maupun susunya. Bila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan UMMB, maka peningkatan produktifitasnya masih lebih besar.

Penggunaan formula UMMB kepada masyarakat dimulai sejak akhir tahun 1987, tetapi masih terbatas pada daerah tertentu, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dari ujicoba tersebut hasil peningkatan rata-rata dapat mencapai 3% dibandingkan dengan ternak yang tidak diberi tambahan UMMB.

Penyebarluasan penggunaan UMMB terus dikembangkan ke wilayah-wilayah lain yang mempunyai potensi peternakan. Melalui program pemanfaatan ipteknuklir di daerah (IPTEKDA), sampai saat ini telah ditetapkan UMMB di 23 propinsi yang meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Tujuan dari program Iptekda adalah pemberdayaan dan peningkatan kemampuan ekonomi serta kemandirian masyarakat di daerah dengan memanfaatkan teknologi.

Dampak social ekonomi dari pengamatan lapangan terhadap penerapan hasil litbang melalui Iptekda, menunjukkan :

  1. Perbaikan pendapatan peternak.
  2. Menumbuhkan swadaya masyarakat dalam usaha peternakan (pengadaan pakan pokok dan suplemen).
  3. Meningkatkan kemampuan inovasi peternak dalam mengembangkan peralatan pembuatan pakan suplemen.
  4. Mendorong berkembangnya kegiatan usaha baru dalam memproduksi UMMB.

Oleh : Endang Megawati S.Pd.M.Pd.I

Daftar Pustaka 

Atomos,  BATAN, Media Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir , Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Panduan Petugas Layanan Informasi, Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Buku Pintar Nuklir, Jakarta.

 

 

Menghilangkan Adware Monetizer

Browser anda sering ngaco, tiba-tiba restrat sendiri. Itu adalah tanda browser anda sedang disusupi adware. Disini saya akan membagi tips untuk menghilangkan adware Monetizer.

Klik Link di bawah ini untuk tutorial menghapus adware monetizer

how to remove adware monetizer

 

 

APLIKASI TEKNIK NUKLIR UNTUK PETERNAKAN : hormon jantanisasi ikan untuk sex reversal ikan jantan dan pelet stimulan pakan ikan (spi) untuk pembesaran ikan

hormon-jantanisasi-ikan

Seiring tumbuhnya kesadaran masyarakat pada konsumsi pangan bergizi tinggi yang terdapat pada ikan, peningkatan konsumsi ikan per kapita per tahun penduduk dunia meningkat tajam seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data FAO, kebutuhan ikan untuk pasar dunia sampai tahun 2010 masih kekurangan pasokan sebesar 2 juta ton per tahun. Khusus di Indonesia berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), konsumsi ikan perkapita pertahun penduduk Indonesia pada 2006 telah mencapai 30 kg per kapita per tahun, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 28 kg.

Hal ini menjadi salah satu pemicu peningkatan produksi ikan budidaya, khususnya ikan air tawar. Produksi budidaya perikanan Indonesia (budidaya air tawar, air payau dan laut) sebesar 278.864 ton pada tahun 1993 dan mencapai 1.468.610 ton atau mengalami peningkatan 80,77 % (rata-rata 8,08 % per tahun) pada tahun 2004. Budidaya perikanan air tawar di Indonesia umumnya dilakukan di kolam, sawah, bak, tangki atau akuarium. Selain itu, juga dilakukan di perairan umum dalam bentuk pemeliharaan di karamba atau sangkar, karamba jaring apung atau hampang.

Budidaya perikanan (akuakultur) tidak terlepas dari unsur ketersediaan air, lahan, benih dan pakan. Bertolak dari kebutuhan tersebut salah satu kegiatan penelitian BATAN diarahkan untuk mendukung peningkatan produksi ikan dengan penyediaan pakan ikan yang dapat mempercepat pertumbuhan dan bobot badan ikan. Terdapat perbedaan dalam hal kecepatan pertumbuhan dan bobot badan ikan karena lebih dari 50 % ikan jantan lebih cepat tumbuh dari ikan betina, ini disebabkan karena ikan jantan seluruh energy dari pakan digunakan untuk pertumbuhan, juga ikan jantan lenih rakus dalam hal makan, sedang pada ikan betina energy dari pakan digunakan untuk pematangan telur, pengeraman telur dan pemeliharaan larva dalam mulutnya. Maka dalam budidaya perikanan sangat diperlukan benih ikan jantan, akan tetapi untuk mendapatkan benih ikan yang sebagian besar jantan sangatlah sulit karena kita tidak bisa mengharapkan dari anakan ikan yang menetas pada waktu tertentu.

Bertolak dari hal tersebut diupayakanlah penggunaan teknik pejantanan ikan (sex reversal) dalam penyediaan benih ikan. Jantanisasi ikan bisa dilakukan pada berbagai jenis ikan konsumsi seperti nila gift, nila merah, gurame, patin, lele, kerapu, juga bermacam ikan hias seperti cupang, lohan, ranbow, guppy, tetra kongo, koi dan lain-lain. Jantanisasi merupakan teknik menstimulus benih ikan kearah jantan dan untuk ini diperlukan hormone jantanisasi ikan/ hormone testoteron alami.

Langkah selanjutnya dalam mendukung percepatan produksi ikan setelah dilakukan teknik jantanisasi dengan pemberian hormone alami dari bahan dasar testis ternak, telah dipersiapkan produk pakan ikan untuk memacu pertumbuhan/pembesaran ikan yaitu Stimulan Pakan Ikan (SPI). Keunggulan dari SPI ini dapat disimpan lebih lama dan tidak mengandung bakteri pathogen, sehingga secara tidak langsung ikan lebih aman untuk dikonsumsi dan harganya lebih murah dibandingkan dengan pakan sejenis.

Apa itu hormone jantanisasi ikan ?

Hormon jantanisasi ikan adalah hormone yang dihasilkan oleh testis ternak yang menyebabkan timbulnya ciri seks sekunder jantan/maskulinisasi.  

Dari manakah hormone itu berasal ?

Para peternak ikan mendapatkan produk hormone ini import dari China, Thailand dan Jepang, biasanya diberi nama hormone 17-α metiltestosteron sehingga harga hormone relative mahal, sulit didapat dan karena terbuat dari bahan sintetis kegunaannya sering dipertanyakan. Atas dasar itu BATAN mencoba memecahkan masalah tersebut dengan melakukan litbang untuk memproduksi Hormon “ Jantanisasi Ikan” yang bersifat “alami” karena terbuat dari bahan dasar testis ternak, sehingga tidak mengandung bahan residu kimia.

Penggunaan teknik nuklir pada uji radio immune assay (RIA) dengan menggunakan isotop yodium-125 dapat mengevaluasi hormone sehingga didapat konsentrasi yang sesuai untuk persentase jantanisasi ikan yang optimal, kemudian dari ekstrak jaringan testis didapat konsentrasi testoteron yang cukup tinggi, tingginya konsentrasi testoteron menunjukkan jumlah hormone androgen penghasil sel jantan lebih banyak. Dari beberapa testis hewan yang telah diuji ternyata kandungan kadar testoteron tertinggi terdapat pada testis ternak sapi yang selama ini menjadi limbah dan banyak tersedia di Indonesia.

Bagaimanakah cara pemberian pakan ini ?

Petunjuk pemberian hormone “Jantanisasi ikan”

Secara Oral

  • Siapkan pakan hormone Jantanisasi Ikan sebanyak ½ kg
  • Siapkan 12 ribu larva ikan umur 3-7 hari
  • Siapkan kolam/bak pemeliharaan ikan untuk 12 ribu larva
  • Siapkan wadah pakan hormone yang digantung sebanyak 3-4 tempat
  • Masukkan larva ke dalam kolam/bak yang telah diisi air
  • Masukkan pakan hormone ke dalam wadah gantung, kemudian dicelupkan agar larut dan dimakan oleh larva

Catatan :

ü  Ukuran ½ kg pakan hormone diberikan selama 21 hari pada 10-12 ribu larva

ü  Pemberian pertama sekitar 10 gr, 12 gr, 15 gr dan seterusnya, setiap hari pemberian bertambah sekitar 3-4 % dari total berat badan ikan

Secara Perendaman

  • Siapkan hormone “ Jantanisasi Ikan” perendaman sebanyak 10 gr
  • Siapkan 6 ribu larva ikan umur 3-7 hari
  • Siapkan bak/aquarium yang dilengkapi sirkulasi air yang telah diisi air sebanyak 80 liter
  • Masukkan larva ikan ke dalam bak/aquarium
  • Larutkan pakan hormone ke dalam gelas yang telah diberi air secukupnya
  • Tuangkan larutan pakan hormone ke dalam bak/aquarium yang telah berisi larva ikan
  • Setelah 18-24 jam kemudian, air dalam bak/aquarium diganti dengan air biasa dan larva ikan dipelihara seperti kondisi biasa (tanpa pakan hormone)

Catatan :

ü  Pengisian air pada bak/aquarium sebaiknya dilakukan sehari sebelumnya dengan tujuan untuk menstabilkan kondisi air

Bagaimana tingkat keberhasilannya ?

Setelah 2 bulan persentase ikan jantan mencapai 87-94 %.

 

Bagaimanakah nilai ekonomisnya ?

Berikut nilai keekonomian penggunaan hormone “Jantanisasi Ikan” dengan dua cara pemberian :

Cara Perendaman

  • Harga hormone per 100 gram > Rp 250.000
  • Bisa menjantankan ikan sebanyak 60.000 ekor larva
  • Biaya penjantanan ikan per larva  : Rp 250.000 / 60.000 ekor   Rp 4,10
  • Hormon diberikan selama 24 jam

Cara Oral

  • Harga hormone per kg > Rp 300.000
  • Bisa menjantankan ikan sebanyak 30.000 ekor larva
  • Biaya penjantanan ikan per larva : 300.000 / 30.000 Rp 10 (21 hari)
  • Hormone diberikan selama 21 hari

Apa itu Stimulan Pakan Ikan (SPI) ?

SPI dibuat dari campuran bahan-bahan dengan komposisi/formula tertentu seperti :

  • Tepung ikan
  • Bungkil kedelai
  • Ampas kecap
  • Menir
  • Sludge kelapa sawit (SKS)
  • Vitamin
  • Tepung testis sapi

Tujuan Pembuatan SPI :

  • Mendapatkan pelet ikan dengan harga yang lebih murah dari pakan di pasaran
  • Memanfaatkan hasil limbah pertanian dan teknologi nuklir dalam mengawetkan dan mendekontaminasikan bakteri pathogen
  • Mempercepat pertumbuhan ikan sehingga masa panen lebih cepat

 

Analisa unsure :

  • Protein ± 30 %
  • Kadar air, maksimal 12 %
  • Lemak, minimal 6 %
  • Serat kasar, maksimal 8 %
  • Abu 12 %
  • Jenis pellet tenggelam

 

Cara pemberian :

  • Untuk makanan ikan air tawar masa pertumbuhan dengan berat badan 40 gr sampai siap dijual (± 150 gr-200 gr)
  • Diberikan 3-4 % dari berat biomasa/berat badan total ikan yang ada
  • Diberikan 2-3 kali sehari

 

Bagaimanakah cara mendapatkan hormone dan pakan ini ?

Hormon Jantanisasi Ikan dan SPI ini bisa didapatkan di Bidang Pertanian, Kelompok Nutrisi Ternak, Pusat aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi badan Tenaga nuklir Nasional, (PATIR BATAN) Telp. 021-7690709, Fax : 021-7691627

 

Daftar Pustaka

 

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Panduan Petugas Layanan Informasi, Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Buku Pintar Nuklir, Jakarta.

Pusat Diseminasi Iptek Nuklir,  BATAN, Atomos, Media Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir,  Jakarta.

 

Oleh :Endang Megawati S.Pd.M.Pd.I

Kembali ke Halaman Utama